|      TEMPO.CO, Jakarta    - Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero), Ignasius Jonan,    menargetkan seluruh kereta api ekonomi yang tidak berpendingin udara (AC),    baik kereta api listrik mau pun kereta api jarak jauh akan diganti menjadi    kereta api AC. Kebijakan tersebut sudah dilaksanakan perlahan-lahan sejak    tahun lalu dan ditargetkan selesai pada Juli 2013. Dengan kebijakan    tersebut, kata Jonan, secara otomatis akan meningkatkan harga tiket kereta    api yang berlaku saat ini. "Misalnya tiket kereta api listrik. Harga    tiket KRL akan diterapkan single class menjadi sekitar Rp 8.000 karena    semuanya sudah berpendingin udara," kata Jonan di Komplek Senayan, Rabu,    13 Maret 2013. Sedangkan tiket kereta    api ekonomi jarak jauh, kata Jonan, diperkirakan akan naik beberapa kali    lipat. Misalnya untuk kereta ekonomi jarak jauh KA Logawa yang melayani rute    Purwokerto-Jember, harganya meningkat dari Rp 40.500 menjadi Rp 150 ribu    sekali jalan. Peningkatan harga ini dilakukan karena kereta ber-AC tidak    mendapatkan public service obligation. Ia menjelaskan, tujuan    penggantian kereta non AC menjadi ber-AC semata-mata demi meningkatkan    kualitas pelayanan mereka kepada masyarakat. Menurutnya, penggunaan kereta    ekonomi non AC, terutama pada KRL, tidak manusiawi. Sebab, masyarakat    diharuskan naik kereta dengan pintu yang tidak dapat tertutup sehingga    membahayakan penumpang. Kereta non AC, kata    Jonan, juga rajin rusak karena sudah termakan usia. Akibatnya, sering kali    perjalanan kereta secara keseluruhan terganggu atau dibatalkan karena ada    kereta ekonomi non AC yang sudah tua menghalangi rel. "Biaya perbaikan    kereta ekonomi non AC juga jauh lebih tinggi karena komponennya sudah    langka," kata Jonan. Berdasarkan catatan PT    KAI, pada 2012 terjadi 1.228 pembatalan perjalanan KRL non AC karena    gangguan. Selain itu, gangguan KRL non AC mengakibatkan 4.217 perjaanan KRL    AC terganggu. Jonan yakin penumpang    kereta akan menerima kebijakan PT KAI yang meniadakan kereta ekonomi non AC    tersebut dan kenaikan harga tiketnya. "Penerapan harga tiket kereta api    ber AC tanpa PSO sudah dilaksanakan sejak triwulan III 2013 dan ternyata    dapat diterima masyarakat," kata Jonan. Hal ini didasari dari    data tren angkutan penumpang KRL yang dimiliki PT KAI yang berubah dalam    waktu empat tahun. Data mereka menunjukkan, penumpang KRL non AC semakin    menurun tiap tahunnya. Pada 2009, jumlah penumpang KRL non AC berjumlah 86,6    juta. Pada 2010 angka turun menjadi 69,3 juta. Pada 2011 kembali turun    menjadi 56 juta dan pada 2012 menjadi 46,5 juta. Dan sebaliknya, jumlah    penumpang KRL AC malah semakin meningkat. Pada 2009, jumlah penumpang KRL AC    berjumlah 43,9 juta, pada 2010 meningkat menjadi 54,5 juta, pada 2011 kembali    naik jadi 65 juta, dan pada 2012 kembali meningkat menjadi 87,5 juta    penumpang. Jonan mengatakan, tren    penumpang KRL tersebut menunjukkan bahwa masyarakat semakin menyenangi    penggunaan moda transportasi KRL AC dari pada KRL non AC. "Pekerja luar    Jakarta yang ingin ke Jakarta lebih memilih KRL AC karena lebih terjamin    ketepatan waktunya, serta jauh lebih aman dan nyaman, walau mereka harus    membayar lebih mahal," kata Jonan. Komisi Perhubungan Dewan    Perwakilan Rakyat RI mendukung rencana PT KAI tersebut. Ketua Komisi    Perhubungan DPR RI, Laurens Bahang Dama mengatakan, terobosan tersebut akan    membantu meningkatkan pelayanan PT KAI kepada masyarakat. "Hanya saja, PT KAI    harus tetap memikirkan para penumpang kereta ekonomi yang tidak mampu,"    kata Laurens. Ia mengatakan, kebijakan tersebut berpotensi menyingkirkan para    pengguna kereta api tidak mampu. Oleh sebab itu, harus dicari rumusan paling    tepat agar penumpang tidak mampu tersebut tetap dapat berkendara dengan    menggunakan kereta api.  |    
YOUR COMMENT