|      Jakarta    (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa anggota DPR Komisi II asal    fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono terkait kasus dugaan penerimaan    hadiah berkaitan dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah    (P3SON) di Hambalang.  "Diperiksa tetap    untuk mas Anas," kata Ignatius saat datang ke gedung KPK Jakarta,    Selasa.  Ignatius sebelumnya    pernah diperiksa oleh KPK pada Rabu (27/2) dalam kasus yang sama karena ia    sebelumnya disebut-sebut menjadi perantara pengurusan sertifikat tanah untuk    pusat olahraga Hambalang.  "Selama ini sudah    saya jelaskan saya tidak pernah mengurus sertifikat, itu saja," ungkap    Ignatius.  Ia mengaku hanya    ditanyakan mengenai masalah tanah Menpora.  "Ditanyakan soal    sertifikat, tanahnya menpora kenapa belum selesai, saya diminta diminta ketua    fraksi," tambah Ignatius sambil mengaku bahwa ketua fraksi Demokrat saat    itu adalah Anas Urbaningrum.  Pada pemeriksaaan    November 2012 di KPK, Ignatius menjelaskan bahwa ia hanya menyampaikan surat    keputusan Hak Guna Pakai tanah Hambalang dari Sekretaris Utama BPN Managam    Manurung kepada Anas Urbaningrum dan mantan bendahara Partai Demokrat    Muhammad Nazaruddin.  Ignatius juga mengatakan    bahwa Anas Urbaningrum meminta dirinya untuk mengambil sertifikat tanah milik    Kemenpora di BPN.  "Saya diundang Ketua    Fraksi (Anas), ditanya apakah di Komisi II dan pasangan kerjanya BPN? Betul,    baru dimintai tolong untuk menanyakan masalah tanah Kemenpora yang belum    selesai prosesnya itu saja," katanya pada November 2012.  Menurut hasil audit BPK,    Kepala BPN menerbitkan surat keputusan pemberian hak pakai tertanggal 6    Januari 2010 bagi Kementerian Pemuda dan Olahraga atas tanah seluas 312.448    meter persegi di Desa Hambalang.  Padahal, persyaratan    berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak sebelumnya diduga palsu.  Dalam kasus ini Anas    disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31    tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang    Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  Pasal 12 huruf a adalah    mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut    diketahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau    tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya; sedangkan pasal 12 huruf b    menyebutkan hadiah tersebut sebagai akibat karena telah melakukan atau tidak    melakukan sesuatu dalam jabatannya.  Ancaman pidana pelanggar    pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling    singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta-Rp1 miliar.  Sedangkan pasal 11 adalah    penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga    hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangannya dengan    ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan atau pidana denda Rp50 juta - Rp250juta.     Penerimaan hadiah yang    disangkakan menurut KPK berupa mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp800    juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan perusahaan    tersebut saat masih menjadi anggota DPR dari 2009 dan diberi plat B 15 AUD.  Mengenai mobil Harrier,    pengacara Anas, Firman Wijaya mengatakan bahwa kliennya memang membeli mobil    tersebut dengan cara mencicil dari Nazaruddin pada Agustus 2009, namun Anas    sudah menjual mobil itu pada Juli 2010 sehingga persoalan mobil dianggap    selesai.  |    
YOUR COMMENT